Kebetulan sekali di suatu sore, di ruang antri dokter gigi tergeletak majalah wanita Kartini 2342 Edisi 21 Februari - 07 Maret 2013. Menarik sekali di artikel problematika ada judul Kurangnya Peran Ayah Menyebabkan Rendahnya Kualitas Karakter Anak.
Saya jadi terngiang masa kecil saya berasa bapak saya. Begitu banyak waktu bersama bapak. Dari pagi berangkat sekolah diantar bapak, sampai sore dan menjelang tidur kami sekeluarga selalu berdoa bersama dan kami berebutan meminta berkat dari bapak di akhir doa. Sangat merindukan suasana seperti itu lagi
Mungkin artikel ini bisa menjadi bacaan untuk para ayah dan ibu, yang tentunya di jaman sekarang ini seorang ayah dan ibu menjadi orang tua yang sudah sangat bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan hidup sekarang ini yang begitu luar biasa.
Nah, berikut ini hasil ringkasan saya membaca majalah kartini...
Pendapat bahwa ibu adalah orang yang paling bertanggung jawab akan pendidikan dan pengasuhan anak sangat tertanam lekat dalam benak keluarga Indonesia. Peran ayah menjadi isu yang seolah tidak penting dibicarakan, padahal sebenarnya anak sangat membutuhkan karakter ayah, sama besar seperti memerlukan ibunya.
Saya jadi terngiang masa kecil saya berasa bapak saya. Begitu banyak waktu bersama bapak. Dari pagi berangkat sekolah diantar bapak, sampai sore dan menjelang tidur kami sekeluarga selalu berdoa bersama dan kami berebutan meminta berkat dari bapak di akhir doa. Sangat merindukan suasana seperti itu lagi
Mungkin artikel ini bisa menjadi bacaan untuk para ayah dan ibu, yang tentunya di jaman sekarang ini seorang ayah dan ibu menjadi orang tua yang sudah sangat bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan hidup sekarang ini yang begitu luar biasa.
Nah, berikut ini hasil ringkasan saya membaca majalah kartini...
Pendapat bahwa ibu adalah orang yang paling bertanggung jawab akan pendidikan dan pengasuhan anak sangat tertanam lekat dalam benak keluarga Indonesia. Peran ayah menjadi isu yang seolah tidak penting dibicarakan, padahal sebenarnya anak sangat membutuhkan karakter ayah, sama besar seperti memerlukan ibunya.
Apabila berada di toko
buku, banyak buku dan pelatihan cara dan bagaimana menjadi ibu yang baik bagi
anak-anaknya. Ataupun jarang sekali buku atau penelitian bagaimana fathering skill dibutuhkan pria agar
bisa menjadi ayah yang baik.
Sekarang, seiring waktu
berjalan, fenomena baru timbul, yakni keinginan untuk memanggil kembali peran
ayah dalam pengasuhan dan pendidikan anak agar karakternya tumbuh sempurna.
Bukan tanpa alasan.
Dari berbagai penelitian ditemukan bahwa kurangnya peran ayah tidak hanya
berakibat pada tidak sempurnanya tumbuh kembang karakter anak, namun juga
perilaku yang dibawa anak pada perkembangan selanjutnya kemungkinan akan member
dampak negatif pada lingkungan.
Penelitian di AS pada
15.000 remaja menunjukkan hasil: jika peran ayah berkurang, secara personal
akan mengakibatkan kemampuan akademik anak menurun, serta aktivitas dan
interaksi sosialnya terbatas. Selain itu terjadi peningkatan signifikan pada
jumlah remaja putri yang hamil di luar nikah, tingkat kriminalitas, dan
penyimpangan psiko-sosial.
Anak juga mengalami
ketakutan dan kemarahan yang tidak terkendali, kesepian, kesalahpahaman
seksualitas dan kegagalan dalam keterampilan memecahkan masalah.
GENERASI LAPAR AYAH
(FATHER HUNGER)
Banyak orang berusia 23
tahun tapi psikologisnya seperti remaja 11 tahun. Kurang percaya diri
menyelesaikan masalah, serta tidak bisa mengambil keputusan secara mandiri dan
mantap. Hal ini terjadi karena pada usia 0-10 tahun, yang merupakan masa emas
pertumbuhan karakter anak, tidak mendapatkan karakter-karakter maskulin dari
ayahnya. Padahal ayahlah sumber terbaik untuk menyumbang pendidikan moralitas
serta perilaku berani memimpin, memiliki rasa percaya diri, mengambil sikap dan
berani memutuskan.
Generasi lapar ayah
atau fatherhunger menyebabkan anak hanya bisa menyelesaikan masalah jika tidak
dengan marah ya melarikan diri.
Generasi lapar ayah
lebih banyak ditemukan di daerah perkotaan karena tergerusnya budaya dan nilai
positif masyarakat. Namun contoh baik masih ada di daerah Palangkaraya,
Kalimantan Tengah. Di sana ada tradisi sangat baik dan patut dicontoh. Yakni,
sebuah upacara yang memberikan kesempatan bagi para ayah untuk meminta maaf
pada anaknya di depan umum. Sementara di perbatasan Indonesia dengan Papua
Nugini, ada kebiasaan ayah yang baru pulang dari hutan akan berbagi cerita
dengan anak tentang apa saja yang dialami di hutan dan bagaimana cara ayah
menghadapinya.
Anak dapat mencontoh,
bahwa ayahpun bisa salah, namun harus bersikap rendah hati meminta maaf. Ayah
juga bisa memberikan gambaran seperti apa sebenarnya dunia yang harus dihadapi
dan solusi untuk memecahkan masalah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar